Rabu, 03 Oktober 2012

Pendidikan Karakter ---------> intelegensia ----------> Pendidikan bermutu berbasis karakter
Mengapa saat ini ribut-ribut tentang pendidikan karakter? Padahal kalau kita lihat kehidupan dalam lingkungan pendidikan dari zaman dulu selalu beriringan dan menomorsatukan karakter. Zaman dulu guru bisa keras dalam mendidik dan tidak ada tuntutan apapun kepada pihak sekolah, karena orang tua sudah 100% menitipkan pendidikan sang anak kepada sekolah. Dan hasilnya ternyata sangat bagus; dimana anak-anak tidak berani membantah sang guru, menghormati dan menjunjung kehormatan guru,bertanggungnjawab, mandiri, tahan  dan kuat menghadapi resiko,  tidak berani neko-neko, tidak berani ugal-ugalan, tidak brutal,dan lain sebagainya.. Imbasnya dari segi keenceran otak tidak disangsikan lagi. Tapi perubahan zaman ternyata seperti perputaran roda, seiring berjalan waktu segalanya berubah. Pada zaman Orde Baru, semua masih agak teratur; masih ada kesempatan guru untuk mendidik siswa dengan agak keras, dan hasilnya tak sia-sia. Para siswa masih memiliki karakter yang cukup baik dan cukup tinggi. Contohnya ketika berdekatan jaraknya dengan  guru para siswa tidak berani ngoceh, ketawa-ketiwi apalagi berkata kasar.Dari segi kualitas pendidikan juga masih cukup bagus sehingga banyak warga dari negara tetangga sebelah yang mencicipi 'rasa pendidikan' yang masih cukup manis. Ketika reformasi bergaung semua serba terbuka, serba bebas, tiap orang berani bicara, tapi disisi lain seperti sebuah layangan, dibiarkan bebas terbang tinggi kemudian ditarik kembali. Mengapa begitu? Karena disetiap liku dipasang juga rambu-rambu ketat yang bila orang mengabaikannya dia akan terjerat. Contohnya yang berani nulis email tentang 'sesuatu', ternyata bisa dikenakan hukum yang berkaitan dengan kejahatan IT.Dalam lingkungan kehidupan pendidikan kita juga sama seperti itu. Ketika ada guru yang membocorkan 'rahasia' bisa dikenakan pasal perbuatan tidak menyenangkan. Ketika ada guru yang 'mencubit' anak kurang ajar sang guru bisa terkena pasal pelanggaran HAM. Hal ini menyebabkan guru serba salah, maju kena mundur kena (kayak judul film WARKOP, donk!!!) Akhirnya (Ke) banyak(an) guru tidak berani menegur siswa dengan tindakan keras seperti zaman dulu. Toch yang dikerasi hanya anak-anak yang bersikap kurang ajar saja yang sudah berulang kali berbuat seperti itu. Zaman sekarang rasa hormat kepada yang lebih tua sudah mulai terkikis, anak barani membantah guru, guru yang disiplin, suka memberi teguran, yang suka menyuruh anak merapihkan baju seragam yang dipakai, yang suka menyuruh masuk kelas ketika bel berbunyi, pasti tidak atau kurang disukai anak-anak. Lihatlah karakter siswa dan mutu pendidikan kita.... pandangi.....pegangi.... resapi....... Dan mari kita bandingkan dengan di Jepang. Jepang maju, baik dalam hal pendidikan, keahliannya, kehidupannya, sungguh membuat orang berdecak kagum, bahkan orang Amerika ada yang bertanya " terbuat dari apa sih otaknya orang Jepang?. Usut punya usut ternyata bangsa Jepang menjunjung tinggi kehormatan sang guru. Nah sekarang kita berguru pada bangsa Jepang dalam urusan karakter.