Asas Reciprocity dalam kehidupan
Dalam hubungan Internasional dikenal asas reciprocity atau asas timbal balik, yaitu adanya hubungan timbal balik dan saling menguntungkan antar negara yang mengadakan hubungan. Contohnya jika seorang kepala negara mengunjungi suatu negara, maka suatu saat kepala negara yang dikunjungi itu harus melakukan kunjungan balasan. Memang hal ini jika tidak dilakukan juga tidak ada sanksi tegas, tetapi lebih kepada perasaan ‘tidak enak hati’ jika tidak melakukan hal yang sama. Dalam kehidupan kita sehari-hari juga kental dengan asas reciprocity ini. Saat saya masih kecil, ada tradisi kirim mengirim hidangan berupa nasi dan lauk pauknya apabila sudah mendekati hari raya Idul Fitri. Jika ada tetangga yang mengirim hidangan ke rumah, maka kitapun harus melakukan hal sama beberapa hari kemudian. Ajang tersebut terkadang menjadi ajang ‘unjuk gigi’, saling bersaing dalam hal hidangan, baik dari segi keanekaragamannya maupun rasanya, dan hal ini bagi sebagian orang menyebabkan rasa minder jika dia tak bisa memberikan hidangan sebagus dan seenak hidangan sang tetangga.. Begitupun dalam kompasiana saya perhatikan ada semacam asas timbal balik antara kompasianer. Jika seorang kompasianer memberi komentar atas tulisan kompasianer lain, maka saat seseorang yang berkomentar itu menulis akan ada komentar dari yang lainnya juga. Dan saya lihat, jika seorang kompasioner banyak memberi komentar dan penilaian pada tulisan-tulisan lain, maka tulisan kompasioner itu pasti akan banyak mendapat komentar dan penilaian juga. Tapi jika sang kompasioner jarang menilai dan memberi komentar, maka kelak tulisannya juga tidak akan banyak dikomentari atau diberi penilaian (itu Cuma pengamatan saya :) , gak tahu bener gak tahu enggak ). Anyway, Asas Reciprocity itu memang sudah mengakar dalam setiap kehidupan kita, dalam pergaulan melalui dunia nyata maupun dunia maya.
Akhirnya Polwan boleh berjilbab saat bertugas
Subhanalllah.... satu pujian
tak terasa saya lontarkan saat saya nonton televisi yang menayangkan para
polwan yang berjibab. Ternyata mereka makin tampak cantik dan anggun. Saya
makin kagum kepada para polwan (walau dalam hati sedih, karena dulu saat SMA saya
ingin sekali menjadi seorang polwan, apalah daya tinggi tak sampai, akhirnya
saya urung daftar, hiks).
Setelah sekian lama
dinantikan, akhirnya kebijakan baru dari Bapak Kapolri Jendral Sutarman yang
memperbolehkan polwan mengenakan jilbab, terhitung mulai tanggal 20 November
2013. Seperti yang umat Islam ketahui, wanita
diwajibkan menutup seluruh bagian tubuhnya, kecuali wajah dan telapak
tangan. Dalam Al Qur’an surah An-Nur ayat 31: “Dan katakanlah kepada
wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan
memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali
yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumurnya
(Indonesia: hijab) ke dadanya….”
QS. Al-Ahzab: 59: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu & isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah utk dikenal, karena itu mereka tak di ganggu. & Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dari Khalid bin Duraik:
‘’Aisyah RA, berkata: ‘’Suatu hari, asma binti abu bakar menemui Rasulullah SAW
dengan menggunakan pakaian tipis, beliau berpaling darinya dan berkata: ‘’wahai
asma’’ jika perempuan sudah mengalami haid, tidak boleh ada anggota tubuhnya
yang terlihat kecuali ini dan ini, sambil menunjuk ke wajah dan kedua telapak
tangan.’’ (HR. Abu Daud)
Bravo Bapak Kapolri yang
sudah berani mengambil keputusan bijak dengan memberi kebebasan polwan muslim
untuk mengenakan jilbab penutup aurat. Mudah-mudahan kedepannya potongan
pakaiannya juga disesuaikan dengan syariat Islam. Selamat bertugas, Pak... dan
kami tunggu kebijakan-kebijakan lainnya dari Bapak yang sejalan dengan ajaran
Islam.