Selasa, 01 Oktober 2013

OPINI



PELANGGARAN LALU LINTAS YANG MAKIN MARAK
Baru-baru ini keluar larangan pelajar dibawah usia 17 tahun atau belum memiliki SIM untuk membawa kendaraan bermotor. Larangan ini gencar dihembuskan sejak adanya peristiwa kecelakaan yang terjadi baru-baru ini di jalan raya (baca: jalan tol) yang menewaskan beberapa orang dan ini terjadi akibat kelalaian seorang bocah pengendara mobil sport. Sealin oeristiwa ini ada juga beberapa peristiwa Lakalantas yang melibatkan anak dibawah umur.
Larangan ini sebetulnya sudah tertuang dalam UU no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang antara lain:
- Setiap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 1 juta (Pasal 281).
- Setiap pengendara kendaraan bermotor yang memiliki SIM namun tak dapat menunjukkannya saat razia dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 288 ayat 2).
- Setiap pengendara kendaraan bermotor yang tak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 282).
- Setiap pengendara sepeda motor yang tak dilengkapi kelayakan kendaraan seperti spion, lampu utama, lampu rem, klakson, pengukur kecepatan, dan knalpot dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 285 ayat 1).
- Setiap pengendara mobil yang tak dilengkapi kelayakan kendaraan seperti spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu rem, kaca depan, bumper, penghapus kaca dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 285 ayat 2).
- Setiap pengendara mobil yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 278).
- Setiap pengendara yang melanggar rambu lalu lintas dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 287 ayat 1).
- Setiap pengendara yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 287 ayat 5).
- Setiap pengendara yang tak memiliki Surat Tanda Nomor Kendaraan atau STNK dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 288 ayat 1).
- Setiap pengemudi atau penumpang yang duduk disamping pengemudi mobil tak mengenakan sabuk keselamatan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 289).
- Setiap pengendara atau penumpang sepeda motor yang tak mengenakan helm standar nasional dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 291).
- Setiap pengendara sepeda motor yang akan berbelok atau balik arah tanpa memberi isyarat lampu dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 294).
Pelanggaran terhadap aturan lalu lintas merupakan Tindak Pidana Ringan (Tipiring).  Rata-rata sanksi dari pelanggar aturan lalu lintas terbagi dalam 2 pilihan; pidana atau perdata; hukuman kurungan atau denda uang. Jika sanksi terhadap tipiring yang  diberlakukan menurut pendapat penulis tidak memenuhi rasa keadilan, tentunya siapa yang berUang akan terhindar dari hukuman dikurung dan siapa yang bokek harus siap dikurung. Demikian pula dengan anak dibawah umur yang orang tuanya berlimpah harta akan dengan mudahnya membayar denda atas pelanggaran yang dilakukan. Namun jika pelanggaran terhadap aturan lalu lintas itu digolongkan dalam pelanggaran berat yang menyebabkan orang lain luka berat atau meninggal dunia diatur dalam Pasal 310 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ):
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Walaupun isi dari pasal 310 ini tentang sanksi yang cukup berat,  tapi Kekurang-adilan masih terasa  dan pada akhirnya kembali berhubungan dengan ‘uang’.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”),  anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.Mengenai batasan umur anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam pasal 4, Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yaitu :
1. Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang pengadilan anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
2. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dan di ajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum pernah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun tetapi di ajukan ke sidang anak.
Kategori anak yang melakukan tindak pidana dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak pasal 1 angka 2 yang berbunyi :
1. Anak yang melakukan tindak pidana.
2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
√ Menurut Konvensi Hak Anak Pasal 37b mengatakan bahwa penangkapan, penahanan dan pemenjaraan akan dilakukan sesuai hukum yang berlaku dan akan digunakan sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Hal yang sama juga diatur dalam Undang-Undang HAM Pasal 64 ayat 4 dan Pasal 16 ayat 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 berbunyi “ Penangkapan, penahanan atau Tindak Pidana Penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.”
Dalam Undang-Undang (UU) No.23 Tahun 2002 pasal 64 UU tentang Perlindungan Anak, bahwa anak-anak yang berkonflik dengan hukuman merupakan tanggung jawab pemerintah, bukan tanggung jawab anak bersangkutan,"
 Restorasi Justice
Restorative Justice adalah bentuk yang paling disarankan dalam melakukan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Hal ini dikarenakan konsep restorative justice melibatkan berbagai pihak untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak.
Asas Equality Before Law
Kedudukan yang sama didepan hukum haruslah dijunjung tinggi agar tidak ada perlakuan berbeda yang hanya melihat dari status dan kedudukan seseorang saja. Dalam Pasal 28 B ayat (2), UUD 1945  menyebutkan: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.Ppenerapan asas equality before the law dalam penegakan hukum pidana saat ini belum terlaksana sebagaimana yang menjadi semangat yang telah digariskan oleh KUHAP yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dengan mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan latar belakang yang ada pada para terdakwa.
Menyoal penanganan terhadap pelanggar lalu lintas dimana pelakunya adalah anak dibawah umur,pertanyaannya adalah : “sudahkah memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum? Sudahkah menganut asas Equality Before Law?
(diambil dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar