Rabu, 25 Juli 2012

puisiku

Di suatu siang bersama seorang anak jalanan


Kuberikan sepotong pizza panas kepadamu untuk kau lumat penuhi hasrat laparmu di batas siang itu
Matamu bersinar lukiskan syukur menatap tepat kearahku tanpa peduli tatapan aneh para pengunjung berpakaian necis
Kemudian lidahmu asyik bergumul dengan mozarella dan bawang bombay yang meletup-letup diantara gusi merah muda, tanpa suara dan tanpa helaan nafas
Tapi terawang matamu kini tertuju pada satu titik fata morgana
Kulambai-lambai tanganku dan kucoba kibaskan pikiran kosongmu
Semakin ku berusaha membuatmu sadari kehadiranku semakin kau terjebak dalam lamunan syahdu
Mulutmupun terkatup seperti ketika pertama kutemukan kamu dengan tatapan kosong dan wajah pucat dan jalan terseok menahan perihnya lapar yang menggigit perut kecilmu
Lalu kau pergi tanpa satupun kata
Hanya kebisuan yang tertinggal bersamaku di meja ini





Gadis kecil dan semangkuk bakso

Kupicingkan mataku ketika seorang gadis kecil duduk dekat kaki meja
saat kusantap semangkuk bakso panas di depan alun-alun Bandung dan kukibaskan tanganku tunjukkan aku tak sudi berbagi receh dengannya
Dia tetap di posisi itu menantiku dan tatap matanya tak lepas dari mangkuk baksoku, aku tak peduli dengannya
Sampai sendawa terlepas dari mulutku dan rasa kenyang merambat usus besarku hingga dua biji bakso kubiarkan menggelinding berendam dalam senggama kaldu dan saus
“kak…….boleh aku minta baksonya?” sebuah suara meyentuh egoku
Kutatap dia, masih gadis kecil yang bersimpuh dekat kaki meja
Tatap matanya bening terbungkus wajah kumal dan rambut merah jembet dengan ornamen gigi hitam yang tak tersentuh pasta gigi
Aku menatapnya lagi dan nuraniku tergetar tersimbah suara memelas yang mengalir dari bibir mungilnya
Kubiarkan dia memakan sisa baksoku setelah dia menolak saat kutawarkan semangkuk bakso baru
bukan bekas gesekan sendok garpu dan tetesan liurku
“Terimakasih, Kak……..,”gadis itupun hilang ditelan belantara jalanan diantara semilir angin
Yang meniup kekikiranku selama ini
Dan aku hanya bisa menatap kaki meja itu
Dan rasa sesal yang meletup dalam hatiku
Mengapa tak kukepalkan selembar uang saja di tangannya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar